Kata orang, hidup itu dijalani. Bagiku, lain cerita, sebab hidup bagiku adalah multiple choice question, yang jawabannya selalu lebih rumit dari pertanyaannya sendiri. Sementara soalnya tidak pernah bisa dipesan, ada begitu saja dan mau tidak mau harus dijawab. Seperti setiap kali aku melihatnya, dan luka itu masih terasa nyeri di dada, mengapa harus orang lain yang menjadi alasan dia tertawa? Sementara aku bisa mengupayakannya lebih baik. Aku pernah melakukannya, aku pernah mengusahakannya, tetapi mengapa bagi dia tidak cukup? Aku ingin merebutnya kembali, aku ingin memaksanya disini, dulu aku melakukannya entah berapa kali jumlahnya, sampai aku lagi-lagi sadar, untuk apa? Sebab tidak lagi ada gunanya jika aku tidak mampu membuatnya bahagia. Tidak lagi ada esensinya jika bertahan saja dia tidak mau, mengapa aku harus memperjuangkannya? Tidak lagi ada artinya. Tapi dia perlu tahu, dulu aku bahagia, ketika bersamanya. Tapi dia juga perlu tahu, meskipun dia berlalu, aku masih san
Pagi ini rasanya berbeda. Setiap hidup di rumah mati. Aku seperti ditinggalkan bersama kebisuan yang tidak lagi bisa bersuara. Burung di luar jendela sepi, entah bisa jadi mereka sedang libur berkicau. Hanya ada jendela yang membasuh dirinya dengan embun, tatapi sudah mulai mengeringkan diri. Kamu dimana? Aku kehilanganmu sejak membuka mata. Aku mencarimu di kolong meja, di laci dapur, di halaman belakang tapi tidak ada. Suara langkah kakimu tidak terdengar dari mana-mana, lenyap, bahkan kayu saja masih meninggalkan abu supaya api bisa mengenang. Tetapi satu-satunya yang kamu tinggalkan adalah jejak kemarahan, yang masih meresap di sekujur ingatanku. Bagaimana kamu bertahan, menangis, meluapkan semua rasa yang lama menghuni ruang jantungmu. Semalam aku membebaskan mereka, membuat mereka menjerit dan berteriak dari dirimu yang damai. Tukang paket yang mengirimkan sepucuk surat tagihan menanyakanmu, abang ojek yang mengirimkan makanan menanyakanmu, tukang sayur yang lewat menan
Disudut ingatan yang paling hangat, dia akan terjebak dalam dekapanmu yang erat, tak akan pernah kemana-mana. Entah Ia ingin lari sampai ujung dunia dan kamu berniat tak ingin jumpa, selamanya rasa adalah kuasa. Hujan-hujan yang telah kita lalui bersama akan selalu tuntas dalam semalam, itu mengapa kamu menyukai intensitas dan kuantitas. Agar ingatanmu selalu ramai seperti lalu lintas. Aku adalah upaya, inti dari keresahanmu yang nyata. Kamu adalah fana, nampak dari apa yang sebenarnya tak ada. Kita adalah sebuah kesepakatan yang tercipta secara tidak sengaja. Tak satupun hal tentangmu membuat aku lupa dan kecewa, kecuali kenyataan bahwa sebenarnya kamu masih sebatas cerita tentang yang tak bisa tumbuh. Untukmu aku hidup dan pupus. Waktu akan jadi saksi tentang segala sesuatu yang membuatmu selalu bisu dan aku pura pura tidak tahu. Kau adalah candu yang biru, yang mengajarkan aku caranya menikmati setiap puisi dalam lagu. Poros kita hanya aksara. Tak ada yang berdosa maupun melug
Comments
Post a Comment