Posts

Showing posts from March 29, 2021

Maaf

  Pagi ini rasanya berbeda.   Setiap hidup di rumah mati. Aku seperti ditinggalkan bersama kebisuan yang tidak lagi bisa bersuara. Burung di luar jendela sepi, entah bisa jadi mereka sedang libur berkicau. Hanya ada jendela yang membasuh dirinya dengan embun, tatapi sudah mulai mengeringkan diri.   Kamu dimana?   Aku kehilanganmu sejak membuka mata. Aku mencarimu di kolong meja, di laci dapur, di halaman belakang tapi tidak ada. Suara langkah kakimu tidak terdengar dari mana-mana, lenyap, bahkan kayu saja masih meninggalkan abu supaya api bisa mengenang. Tetapi satu-satunya yang kamu tinggalkan adalah jejak kemarahan, yang masih meresap di sekujur ingatanku. Bagaimana kamu bertahan, menangis, meluapkan semua rasa yang lama menghuni ruang jantungmu. Semalam aku membebaskan mereka, membuat mereka menjerit dan berteriak dari dirimu yang damai.   Tukang paket yang mengirimkan sepucuk surat tagihan menanyakanmu, abang ojek yang mengirimkan makanan menanyakanmu, tukang sayur yang lewat menan

Seingatku, pernah

       Pernah ada setengah malam terjaga membicarakan bintang-bintang. Pernah ada pertengkaran sehebat badai yang reda hanya karena lelah, lalu kamu tersenyum lagi keesokannya. Pernah ada hari perutku keram karena kamu terlalu banyak bercanda dan aku tertawa karena tidak satupun leluconmu cukup jenaka.      Pernah.      Seingatku pernah.      Kemudian aku selalu membicarakannya, memastikan bayang-bayang itu pernah terjadi, tidak sekedar pernah dikhayalkan, dan kamu memang pernah ada, pernah singgah, pernah bercerita, tidak sekedar mimpi yang diusir pagi. Kemudian pula aku selalu terjebak, pada apa-apa yang aku yakini pernah ada, dan aku masih sanggup menceritakannya secara terperinci supaya siapapun dapat membayangkan seperti apa rupa-mu ketika lapar.      Tapi barangkali kamu sudah tidak mengingatnya sama sekali. Setiap kali namaku sampai di telingamu, kamu hanya merasa pernah mendengar, tetapi sudah lupa seperti apa rasanya melafalkannya, memanggil, menggantinya dengan panggilan saya

Hanya Sekedar

  Sore ini rasanya ingin sekali aku berbincang lagi tentang sendu yang sudah pasti melibatkanmu. Karena tidak ada lagi sedih yang cukup haru selain tentangmu, walau lama tidak bertemu. Aku bertanya-tanya sudah sepanjang apa rambutmu, apakah wangimu masih seperti dulu, ataukah kamu tidak lagi suka makan satai karena terlalu banyak debu? Andai kamu tau, jantungku masih berpacu degupannya ketika memikirkanmu. Tidak pernah aku benar-benar pergi. Hanyalah ruang luas yang ingin aku kembalikan padamu dan dunia yang bisa kau isi dengan mimpi. Tidak pernah aku benar-benar hilang. Hanyalah tidak adil menjadi atap yang sekedar menghalangimu menatap bintang-bintang, tapi tidak berpendar ketika setapak jalanmu kelam. Kamu tidak bisa membagi bahkan walau hanya sedikit, padahal jika pundakmu berat selalu kutawarkan pelukan untuk beristirahat. Selalu aku berharap ada, ketika hujan di matamu dan keluh kesah memenuhi dadamu, tetapi tidak pernah ada aku pada setiap sedih dan senangmu, tidak pernah ada ak

Biarkan Aku

  Kamu dan kepalamu yang penuh keresahan selalu menyisakan tanda tanya tentang aku yang berubah   Mengapa kamu dan keras kepalamu tidak bertanya kepada dirimu sendiri, apakah adil jika kamu memintaku untuk tetap sama?   Merangkai kehidupan dari sisa pondasi yang kau tinggalkan berantakan, menjadi seseorang yang mencintaimu dengan sungguh dan senang, lalu selamanya bertahan dengan perasaan hilang?   Mungkin perlu kau ajarkan padaku caranya melanjutkan hidup dengan patah hati yang tak ramah, mengharapkan kebahagiaan dari pintu yang membanting dirinya tanpa memberiku ruang untuk marah, menetap di ruang yang selalu mengingatkanku bahwa aku ditinggalkan, lalu melanjutkan hari-hari dengan cara yang sama sehingga jika suatu hari kamu mampir sekedar bertanya kabar, kamu akan menjumpai seorang gadis yang pernah membuatmu merasa pulang.   Hanya supaya kamu tidak perlu merasa asing dengan dirimu sendiri.   Hanya supaya kamu tidak menyesali keputasanmu lebih jauh lagi.   Ketika kamu dan aku berlar

Andai

Setengah hidupku setelah perginya hanyalah sebatas andai. Dalam ingatmu, aku adalah pengecut yang takut, padahal beraniku adalah menghadapi hari-hari tanpa hadirmu, lalu memenuhi diriku dengan sesal dan marah.   Andai aku bisa mencintaimu dengan tepat. Memberimu ruang yang lapang agar kau paham kekacauan apa yang terjadi di kepala, yang membuatku lebih sering lari dibandingkan mengerti. Mungkin saja kamu masih disini, menyusun aku dari derita dan putus asa, merapihkannya dengan sabar, yakin bahwa cepat atau lambat upayamu akan tuntas.   Andai aku mampu mencintaimu dengan baik. Mendengar khawatirmu yang selalu pecah setiap bertengkar, menarikmu lagi dalam dekapan, lalu menjanjikan esok yang lebih tenang. Mungkin saja kamu masih disini, menopangku dengan percayamu yang keras kepala, mengusir pasrahku yang tak pernah kalah.   Maaf, karena aku tak bisa menjdi rindu tanpa menjelma ragu. Maaf, karena memaksamu menyerah karena aku tidak merasa cukup mampu untuk bertahan. Maaf, karena tak pern

Bermimpi

Aku memimpikan hati yang lapang, sehingga apapun atau siapapun yang ditakdirkan berpisah jalan tidak akan membuatku resah.   Aku memimpikan rasa yang sabar, sehingga apapun atau siapapun yang melangkah masuk tanpa diharapkan, tidak membuatku berbalik pulang.