Badain Tuan (Belum) Berlalu


Badai Tuan Belum Berlalu



Tuan,
Pagi ini rupanya saya terbangun dengan catatan kecil di sebelah tempat tidur yang harus saya baca dengan penuh rasa ikhlas. Kalau Anda mengatakannya semalam, setidaknya saya akan terjaga lebih lama. Tapi tidak apa-apa, kalau memang ini membuat anda merasa lebih nyaman.

Tuan,
Saya pikir kita akan berlayar setidaknya sampai dermaga terdekat, meskipun lautnya dangkal dan kapal akan rusak. Angin mendorong layar, sementara kita menikmati pemandangan senja berdua sambil membagi sepotong roti. Perbekalan yang tidak seberapa, dibandingkan perjalanan yang kita tempuh hingga membawa kita disini.

Tuan,
Saya tahu betapa Anda tidak benar-benar menikmati perjalanan ini. Anda menginginkan kapal yang lebih besar, dengan ombak yang lebih dahsyat, menghadapi perompak, dan pulau harta karun yang menunggu diujung teropong. Anda menginginkan perjalanan selamanya, sementara saya hanya bisa menjanjikan dermaga terjauh.

Tuan,
Saya pikir setidaknya anda akan menjadi nahkoda sampai saya berlabuh turun dan kita saling melambaikan tangan. Saya akan mendoakan pejalanan yang lancar, Anda akan menyemogakan pelabuhan yang nyaman untuk menari dan menyalakan api unggun. Semetara cerita itu akan saya tuliskan diatas papirus sehingga saya dapat mendongengkannya untuk anak cucu saya nanti.

Tuan,
Anda selalu membicarakan niat untuk tenggelam, padahal sudah saya bilang untuk tinggal sebentar sampai lautan lebih tenang. Kita nikmati musik-musik dari piringan hitam, sambil memasak sup rumput laut yang rasanya tidak seberapa. Yang terpenting, saya masih bisa melihat Anda tersenyum, mendengar Anda memanggil nama saya, dan mencium wangi tubuh Anda meskipun Anda sedang membakar cerutu di dek depan.

Tuan,
Kata Anda hilang itu kembali, pergi itu selamanya. Bagi saya dua-dunya sama-sama berarti merelakan. Saya terlelap setiap malam dengan perasaan yang campur aduk, mual pula karena goncangan badai yang mengamuk diluar. Anda selalu bertanya sebelum saya terlelap, “apa yang kamu inginkan?” Tetapi saya selalu terdiam sambil berlalu ke kamar tidur. Didalam hati saya bersedih, “Saya ingin anda bahagia.” Meskipun saya harus menghadapi kenyataan jika kebahagiaan Anda tidaklah diatas kapal ini berdua dengan saya.

Tuan,
Mengemudikan kapal yang terjebak ditengah-tengah laut seorang diri tidaklah mudah, tetapi saya tahu berenang hingga sampai daratan lebih tidak mudah. Kita akan menjalani sisa petualangan ini kesepian. Saya barangkali akan menetap di pedesaan yang tenang, dimana langit senja berwarna lebih jingga dan anak-anak pergi bermain bersama-sama. Saya akan menemukan Anda di halaman depan surat kabar, hidup makmur dan bahagia, Anda akan mendapatkan apa yang Anda inginkan, saya begitu yakin dan percaya. Anda akan meminang gadis bergaun sutra yang Anda temui di sebuah teater tua dan lambat laun kenangan Anda tentang saya akan melapuk.

Tuan,
Kita sudah terbiasa menjalani hidup sendiri dan terpisah-pisah sehingga bagimu barangkali ini tidak apa-apanya, meskipun bagiku ini sangat berharga. Hal terakhir yang dapat saya semogakan hanyalah masa tua jika kita bisa bertemu lagi di kedai kopi pinggir pantai. Kita akan menceritakan apa-apa saja yang telah berlalu. Anda akan tetap terlihat tampan dan gagah sementara saya telah kehilangan seluruh paras saya. Tapi saya merasa Anda tetap akan memandang saya dengan tatapan yang sama.

Tuan,
Sampai saat itu tiba, mungkin kita harus tetap bergerak, tidak lagi dengan empat kaki, tetapi dengan dua kaki yang tertatih.


Selamat jalan, Tuan.

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya