Edisi Jakarta

Second Chapter of Bali to Barcelona
the end of the story


        Aku berpangku tangan sambil terus mencoret-coret buku sketsaku. Austin duduk dihadapanku dengan Thai Spicy Chicken super besar yang dilahapnya dengan penuh pengkhayatan. Kami sedang duduk menikmati makan siang di sebuah resto bernuansa New York di Kemang, Jakarta. Musim panas pertama Austin di Jakarta. Rasanya berbeda, tapi 'menyenangkan'.
        "Have you finished?" Barangkali dia hanya berusaha mengingatkanku kalau aku belum menyentuh Philly Steak dihadapanku, sama sekali. Jadi aku hanya menggeleng.
        "i could it a horse"
        "Take mine if you want"
        "All i want is see you touch your spoon"
        Aku menyentuh sendokku, lalu meletakannya lagi. Austin  mengangkat alis setengah kesal "Get you something to drinks girl or just about to go?"
        Aku menggeleng, Austin meletakan sendoknya dengan gerah "Do as you please!"
        Tapi entah, membuatnya hampir marah justru membuatku tersenyum. Wajahnya terlihat lebih lucu dengan bintik-bintik cokelat di pipinya. Aku jadi ingin membawanya untuk dijadikan pajangan rumah. "There are some requirements" kataku jahil
        "What are the requirements?"
       "Pertama, kamu harus bayarin makanan aku selama seminggu ini. Kedua, kamu haru pakai bahasa Indonesia selama kamu di Jakarta. Ketiga, kamu harus jemput aku setiap hari pulang sekolah, karena kamu punya liburan musim panas sedangkan aku tidak"
        "Unfair! you just have to eat but the requirements are too hard!"
        "kalau kamu nggak setuju, aku nggak akan nyentuh makanan aku, aku nggak akan nemenin kamu liburan disini dan itu juga berarti kamu nggak punya pemandu wisata!"
        "Deal!"
        Aku tertawa, Deal!

                                                                           ......................


         Sudah hampir dua minggu aku punya supir pribadi tampan yang di import dari luar, haha. Dengan sebuah mobil sedan hitam yang entah didapatnya dari mana, bukan urusanku. Dari mulai mencoba Martabak Noodle ala cafe klasik, Baked Mochi dari restaurant Jepang yang tenang sampai pada akhirnya Austin benar-benar jatuh cinta pada menu Spit- Roasted Indonesian Spicy Chicken disebuah resto, di salah satu Mall besar ibu kota.
        Tapi hari ini dia menuruti keinginanku dengan duduk disebuah toko Ice Cream Italia kecil sederhana yang menjual Spaghetty Ice Cream super lezat. "Aku nggak tau mau ngajak kamu kemana lagi. Kayaknya semua tempat udah kita kunjungi"
        "Aku sudah lama tidak lihat bintang"
        Aku senang mendengarnya berbicara dengan kalimat baku dan aksen super ajaib "Dimana ya, aku nggak mungkinkan mesen bintang ke malaikat supaya bersinar malam ini"
       "You are the shining star" Dia sering bercanda seperti itu
       "KAMU NGGAK BOLEH PAKE BAHASA INGGRIS AUSTIN!"
       "Lupa"
        "Sebenarnya, ada tempat wisata kecil yang menunukan rasi bintang pada sebuah studio modern. Tapi sepertinya, belakangan ini pengunjungnya kurang banyak dan tidak tayang setiap jam. Hanya jam-jam tertentu saja"
        "Ayo pergi sekarang kalau begitu!"
        "Kau benar-benar ingin pergi kesana?" Tanyaku
        "Why not? No doubt!"
        "Jangan gunakan bahasa Inggris Austin!"
       

          Taman Ismail Marzuki adalah salah satu bangunan yang sudah lama berdiri kokoh. Beruntungnya kami sampai di saat yang tepat dan masih bisa masuk. Kami cukup membayar harga murah untuk menikmati keindahan langit dari planetarium. kami hanya perlu duduk di sebuah ruangan yang mirip bioskop. Lalu langit diatas kami berubah seperti kangit lepas hitam gelap yang lalu menampakan rasi-rasi bintang dan planet dalam tata surya. .
         Pertunjukan itu begitu mengagumkan dan cukup singkat. Aku menarik Austin keluar. Telephone genggamku bernyanyi, melantunkan lagu yang dibawakan secara khas oleh Cameron Mitchell. "Hallo mom"
        " Nichole, where are you honey?"
        "Calm down mom, aku lagi sama Austin."
        Mama menghembuskan napas lega "jangan pulang malam-malam sayang, sampai dirumah dengan selamat! Mama hanya ingin memastikan kalau keadaanmu baik-baik saja"
         "Sorry to make you bother mom, Nichole sayang mama, see you"
         "Love you too Nichole, see you too"
         Seusai menutup telephone, aku melihat Austin tersenyum kearahku dengan wajahnya yang usil "hubungan yang manis antara ibu dan anak, romantis sekali"
         Aku meninju bahunya "terimakasih untuk segalanya, kita pulang?"
        "Nichole aku akan pulang besok"
        "Besok?"
        "Yes, Saturday"
        "Austin, summer baru lewat 2 minggu. Kamu masih punya banyak waktu untuk liburan disini, kenapa harus besok?"
        "Perjalanan bisnis, seperti biasa. Tugas wajib seorang pewaris tunggal dalam keluarga"
        "Gotta miss you"
        "Aku akan kembali"
        "Seriously?"
        Kami sampai di mobil, dan segera naik. Langsung saja langit malam tanpa bintang menyambutku. "Aku akan benar-benar kembali dengan beberapa syarat" kata Austin.
       "Are trying to start a game huh? Kamu mau bales dendam karena aku ngerepotin kamu terus selama di Jakarta?"
        "Nichole please, aku serius!"
        "Bukannya kita mau main games, kenapa serius banget?"
        "Yang ini butuh konsentrasi tinggi"
        "Hmmmm....... okay"
        "Nichole, aku akan kembali kalau....."
        "Apasiiiih cepetan deh!"
        "Ah goddamn! Would you be mine?"
        Mendengarnya aku hanya ingin tertawa "ini permainannya? kasih tau aku cara mainnya dong"
        "Kalau kamu jadi pacar aku, aku akan kembali. Kalau nggak, berarti ini adalah kunjungan pertama dan terakhir kalinya"
        "Austin, kamu serius nggak sih"
        "It depends on you"
        "Apa boleh buat, toh selama ini aku udah terlanjur jatuh cinta sama kamu"

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya