Tersenyumlah

http://thesoliloquistconfession.blogspot.com 


Pada titik dia tak lagi punya jawaban, aku hadir terus-menerus memberikannya jawaban. Aku ingin dia melihat, aku ingin dia membuka mata dan percaya. Bahwa bumi ini ada bukan karena milyaran orang hidup diatasnya demi sesuap nasi dan harga diri. Dia itu manis, hanya dia tidak berniat menunjukannya. Jongga. Laki-laki asiatis itu punya seribu sisi baik yang jika terkuak pancaran sinarnya berhamburan menodai mata.

"Jongga, berkomitmen itu bukan suatu keharusan, tapi ketika kita jatuh cinta, maka hati kita akan membuat komitmen dengan sendirinya. Karena kita tidak ingin menyakiti, karena kita terlanjur merasa nyaman, karena kita tidak ingin kehilangan, maka kita akan menjaga dan berjanji. Berkomitmen itu kan yang penting di hati." Aku menjelaskannya. Dia hanya merenung memperhatikan danau berair tenang yang tidak beriak sama sekali. Menggambarkan awan diatasnya.

"Bagaimana cara mengungkapkannya? Menunjukan pada seseorang bahwa kau mencintainya? Bukankah cinta itu tidak sepantasnya di umbar-umbar dan ditunjukan seisi dunia? Aku benar-benar tidak paham"

"Karena mencintai adalah bahagia melihat seseorang bahagia. Itu hanya dorongan naluriah yang alami. Ketika kamu ingin seseorang merasa bahagia, ingin dia merasa diistimewakan, kamu akan berupaya memenuhi keinginannya. Karena dengan begitu kamu akan melihat dia tersenyum, dan ketika dia tersenyum karenamu, maka bahagia itu akan berpindah menjadi milikmu"

"Have you ever been in love with someone Kai?"

Aku tertawa. "No doubt."

Dia gelisah. Memainkan tangannya dan meremas-remas jemarinya. "Benar-benar jatuh cinta? Maksudku dengan lawan jenis. Dengan seseorang yang tidak terikat darah denganmu." Katanya meyakinkanku. Aku mengangguk lagi. Benar-benar yakin.

Aku bahkan sedang merasakannya. Dengan seseorang yang sedang duduk disampingku. Yang bayangannya terus-menerus ku tolak menyebrangi imajiku tetapi membuatku menyadari bahwa aku terlalu lemah untuk sanggup melakukannya. Karena dia mempesona. Karena dia nampak segalanya. Karena dia adalah sosok yang berbeda. Seseorang yang menyimpan sejuta rahasia. Yang tidak pernah kujumpai sebelumnya. "Jongga, cinta itu tidak harus dipikirkan. Cinta itu dirasakan. Semakin kamu meratapinya dengan otak, semakin kamu tidak mendapatkan kesimpulannya. Ini itu konsep sederhana tetapi kamu membuatnya menjadi rumit"

Dia termenung. Terdiam begitu lama bagai kupu-kupu yang sedang bertengger di dahan dan tak mau digubris angin. Aku salah. Karena memberikan cintaku pada seseorang yang tidak mengerti cinta. Benarkah? Bukankah cinta itu tidak pernah salah tuhan? "Kai, when is the best time to tell someone you love them?" 
Aku tertawa. "Before someone else does Jongga...."

"... I love you Kai"

"Jongga...."

"Is it too late for me to say 'I love you' Kai?"

"No Jongga,"

"And then....?"

"I do feel the same thing."

Lalu dia tersenyum. Dan aku merasakannya. Merasakan senyum itu dia hantarkan untukku. Sebagai ucapan terimakasih dan ekspresi menghargai. Hal yang aku paham betul tidak dapat dia sampaikan lewat kata-kata. Tetapi aku mengerti. Maka aku tersenyum balik membalasnya. Mencoba menyampaikan hal yang sama lewat satu- dua detik senyuman sederhana ini. "I love you too Jongga", itulah yang senyumku sampaikan kepadanya.

Comments

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya