Lantas, untuk apa?

Untuk para pembaca yang harus move on
Untuk para pembaca yang suka menyakiti

Untuk seseorang yang harus diobati lukanya
Untuk seseorang yang menorehkan luka

Untuk rakyat sebelas bisnis dua
Yang jones dan takenes

HAPPY VALENTINE!!!!

{PS: tanggal dan tahun tolong diperhatiin baik-baik ya, supaya nggak bingung bacanya. Have Fun guys!}

♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡♡


14 Februari 2014
"You tell me that you need me
Then you go and cut me down"

Aku berdiri di atas ketinggian ratusan meter. Ditengah malam tanpa bintang dimana aku ingin melompat dibawa angin sampai jatuh bermandikan darah di atas aspal parkiran. Karena bulan bersinar sendirian minta ditemani. Di atas pencakar langit yang atapnya selalu sepi. Aku berdiri di depanmu. Menahan napas atau bisa jadi tidak bisa napas. Melihat kearah kedua belah mata yang mengalihkan tatapannya. Mendengarkan bisikan maaf dari bibir yang selama ini hanya mengucapkan pujian.

Karena mu aku mati. Aku bahkan tidak tau caranya menangis. Saking perihnya hati yang mengeluh minta segera diobati. Jiwaku terasa lelah dikejar setiap kata yang kau luncurkan bagai panah. Aku ingin berdiri saja disana selamanya. Biar aku mati dengan sendirinya. Aku lupa tentang segalanya. Tentang kita. Tentang tahun-tahun yang kita habiskan dengan membaca buku demi buku di atas sini. Piknik pop mie diatas sini. Lantas, untuk apa dua tahun ini wahai laki-laki yang lahir dihari yang sama dengan hari ini sembilan belas tahun yang lalu?  Lantas, untuk apa kau dilahirkan di hari penuh cinta? Lantas untuk apa?

Aku terjun dari olympus menuju dunia bawah. Dan rasa sakitnya membunuhku dan meretakan seluruh tulang dan persendian. Tetapi, aku bisa apa wahai laki-laki yang minta ditunjukan cinta? 



14 Fabruari 2012
"Spend all your time waiting"

Aku berdiri di atas ketinggian ratusan meter. Ditengah malam tanpa bintang dimana aku ingin melompat dibawa angin sampai bisa menyentuh langit. Karena bulan bersinar sendirian minta ditemani. Di atas pencakar langit yang atapnya selalu sepi. Aku berdiri di depanmu. Menahan napas atau bisa jadi tidak bisa napas. Melihat kearah kedua belah mata yang menatapku dengan ramah. Mendengarkanmu menyebutkan nama itu dengan perlahan. "Febrian", namamu Febrian. Lalu aku juga menyebutkan namaku, "Mawar"

Kau datang tiba-tiba. Mampir di singgahsanaku yang hanya berupa selimut tipis dibawah tumpukan buku fiksi dan lampu bertenaga baterai. Di tengah ributnya metropolitan, tetapi berhasil menyelamatkan ketenangan. Kau adalah laki-laki canggung yang terlihat begitu lusuh dengan sebatang rokok di sela-sela jarimu. Minta izin dengan sopan untuk bermukim disini sementara. Lalu aku yang takut-takut tapi tidak mau kalah memberikan syarat. "Kalo mau disini ya jangan ngerokok. Gue nggak suka rokok. Bukan apa-apa tapi lo kalo mau mati jangan maksa orang mati duluan. Perokok pasif nanggung beban lebih banyak daripada lo yang nikmatin"

Kamu yang tertegun dan keheranan mendengarnya sempat celingukan sebentar. Lalu membuang rokok itu kebawah kakimu dan menginjaknya sampai remuk dan menguraikan isinya. Aku hanya bisa tersenyum lalu duduk di singgahsanaku. Kau duduk tidak jauh darisana. Menekuk lutut dan meremas jari gelisah. Aku yang tidak betah melihatnya, menyodorkanmu buku tipis biru tentang legenda penyihir. "Baca" kataku begitu saja.

Aku tau kau ingin menolak. Tetapi kau tidak suka menolak. Karena menolak berarti lemah. Kebetulan yang sama, aku tidak suka penolakan. Karena penolakan adalah peremehan. Jadi kau hanya membaca. Aku hanya melihatmu membaca. Tidak lagi konsentrasi dengan Katniss yang akan ikut quarter quell. 

Lalu kau menatapku. Aku pikir aku dipergoki sedang memantau. Taunya yang kau katakan, "gue hari ini ulangtahun ke 17. Lo nggak mau ngucapin?"

"Gimana kalo, Happy Valentine?"

Kamu hanya tersenyum waktu itu lalu berkata, "Nggak ada cinta di hidup gue, jadi lo nggak perlu ngucapin Happy Valentine" lalu kamu berbalik lagi menatap ke arah antena-antena yang berdiri tidak teratur di depan kita. Kamu menyulutkan keinginan baru untukku. Keinginan untuk menghadirkan cinta, agar kau mengenalnya.


14 Fabruari 2013
"In the arm of the angel
Fly away from here"

Karena mu aku hidup. Aku bahkan tidak tau caranya menangis. Saking tenangnya hati yang mulai rindu dengan sepi. Jiwaku terasa lelah dikejar setiap bahagia yang kau luncurkan bagai panah. Aku ingin duduk disini selamanya. Biar aku mati dengan sendirinya. Aku lupa tentang segalanya. Tentang aku yang dahulu. Tentang tahun-tahun yang aku habiskan dengan membaca buku demi buku di atas sini sendiri. Piknik pop mie diatas sini. Lantas, untuk apa aku menyendiri selama ini jika ternyata ada kau? Lantas Untuk apa tuhan membiarkanku kesepian jika tau kau akan melenyapkannya? Lantas untuk apa 17 tahun lewat tanpa kita tidak saling mengenal? Lantas untuk apa?

Sekarang ada puluhan lebih tumpukan buku yang sudah kita tamatkan dalam malam-malam gamang. Ada waktu-waktu luang yang kita habiskan bergelantungan di lorong busway demi pameran buku murah. Ada sholat 5 waktu yang kita lakukan berjamaah atau hanya saling mengingatkan. Ada pagi dimana kita akan mampir ke kamar satu sama lain secara bergantian dan menyedu teh. Ada siang dimana terkadang kita mencoba memasak menu dengan petunjuk dari google dan youtube. Ada malam yang kita habiskan di atap apartement, selalu, dengan buku, sesekali dengan lagu, dan seringkali ditemani dengan kopi buatanmu yang asap kepulannya wangi semerbak. 

Mungkin saja aku malaikat, dan kau sayapnya. Karena ternyata aku bisa terbang, tetapi hanya jika denganmu. Karena kau tidak keberatan menghabiskan waktumu setiap hari, menjumpai gadis yang di sia-siakan dunia. "Hidup gue jauh lebih baik setelah gue kenal lo" begitu katamu. Kata-kata yang membuat aku merasa sangat dihargai, sangat dibutuhkan. Karena disaat aku hidup mencari ranting untuk bergantung, disitulah justru kau jadikan aku tempatmu bergantung. Aku tak ingin percaya, tetapi yang kubisa hanyalah percaya. Karena yang kuyakini, ucapanmu tidaklah pernah ingkar. Maka aku akan tersenyum, dan kau akan mulai melemparkan lelucon jayus yang tidak pernah lewat kutertawakan. lantas jika ini cinta, benarkah semudah ini? Lantas, untuk apa?



14 Februari 2014 (continue)
"And I need you like a heart needs a beat"

Aku terjun dari olympus menuju dunia bawah. Dan rasa sakitnya membunuhku dan meretakan seluruh tulang dan persendian. Tetapi, aku bisa apa wahai laki-laki yang minta ditunjukan cinta? 

Kukira, bahkan kita tidak perlu melafalkan komitmen untuk tetap disini selamanya. Membagi selimut tipis dan tenggelam di dalam susunan kata wangi kertas di dalam buku. Sewaktu akhirnya aku menata hidupmu dan merapikan seisinya. Kucoba benahi dari bekas retakan luka yang berceceran dimana-mana. Tetapi dimalam gerimis di tanggal yang sama sepertu dua tahun lalu, ketika aku menyodorkan scrapbook buatanku yang kususun dari kalimat-kalimat indah kesukaan kita. Yang kuhias dengan bentuk hati dan balon dimana-mana, lalu kuucapkan "Happy Birthday". Tetapi yang bisa kau katakan padaku hanya ucapan selamat tinggal.

Ucapan 'selamat tinggal'

"Selamat Tinggal"

Setelah apa yang telah kuperjuangkan untukmu. Tidak kah kau berpikir, ini tidak adil untukku? Untuk seseorang yang terjaga ditengah malam hanya untuk mendengarkamu menangis. Untuk seseorang yang tetap tinggal ketika kau dilanda frustasi dan tidak seorangpun peduli. Untukku, yang memilih membukakan hatiku untuk kau huni. Adilkah semua ini untukku Febrian?

"Oh yaudah" tetapi hanya itu yang bisa kuucapkan. Karena aku menghargai kau yang telah membuat keputusan. Kau yang memilih untuk meninggalkan. Tidak apa-apa. Lagipula ada terlalu banyak kata yang ingin kumuntahkan sampai-sampai tak tau mau mulai darimana dan akan berakhir dimana. Aku menepuk pundakmu, "semoga beruntung" lalu aku pergi meninggalkanmu disana. Meninggalkan alat piknik kumel kita sepanjang dua tahun itu. Meninggalkan beberapa buku dan lampu baterai tak punya nyawa disana. 

Aku menggenggam tangkai mawar pemberianmu terlalu erat. Tidak sadar sampai telapak tanganku tertusuk banyak dan penuh dengan bercak merah kental. Bahkan tidak ada rasanya. Semuanya terasa mati. Hatiku tidak merasakan, tanganku tidak kesakitan, otakku tidak berpikir. Semuanya kosong. 

Kosong.

Kosong.

Aku menghabiskan sepanjang malam terjaga dibalik selimut, manatapi jendela panjang dimana hujan turun sangat deras. Tidak peduli dengan semua peralatan bermalamku dan beberapa buku di atap apartement yang pasti habis di buru hujan. Aku hanya diam. Merasa terbuang. Merasa tidak dianggap. Benarkah selama ini kau yang sebenarnya membutuhkanku? Tidakkah pada kenyataannya, akulah yang membutuhkanmu? Bukankah kita saling membutuhkan? Lantas, mengapa kau tiba-tiba meninggalkanku? Lantas, untuk apa segala yang telah kita lewati berdua? Untuk apa?

Keesokan harinya, 15 Februari 2014, ketika sinar matahari menyelinap masuk membanjiri kamarku, aku bangkit. Menarik cardigan hitam tipisku dengan rapat lalu beranjak naik ke atap. Ku ambil semua perlengkapanku di atap lalu kubuang ketempat sampah. Buku yang basah kuyup kubiarkan merekat satu persatu dan kusimpan saja di dalam laci. Laci kosong yang ikutan basah dan lembab. Jika kau ingin melupakanku, maka begitu pula aku seharusnya. Kuinggalkan semuanya, segala tentangmu.

Kecuali mawar merah yang durinya dihiasi darah merah tua yang sudah mengering. 


14 Fabruari 2015
"And you say sorry like an angel
Heaven let me think was you"

Sudah 265 hari, sudah 12 bulan, sudah 1 tahun, dan tiba-tiba kau kembali mengetuk pintu apartementku. Sudah selama ini kau berpura-pura tidak mengenalku, membiarkanku mengintipmu dari lubang pintu sewaktu keluar dari apartement, lalu menjumpaimu secara tidak sengaja di loby ketika bersama wanita lain, tetapi hanya bertatap mata dan lewat begitu saja. Sudah selama ini, sudah sejauh ini. Aku menerima. Aku mengikhlaskan. Semua yang ingin terbang menjauh dariku, biarlah terbang. Tetapi, aku tidak mengenal kesempatan kedua. Pintu yang pernah terbuka tetapi dirusak, akan menutup lagi dan terkunci selamanya. Tiba-tiba kau datang, membawakan cheese cake dan chocomint coffe favouriteku. Katamu, "hanya ingin bicara". Bicara tentang apa? Tentang cuacakah? Tentang kucing yang lewat? Tentang burung yang ditabrak mobil? Tentang sale buku? Tentang apa!!

Kita duduk di tepian jendela. Seperabot meja dan kursi kayu putih yang sengaja kuletakan disana sewaktu memutuskan untuk tak akan pergi lagi ke atap. Sekarang kau duduk disitu dan tidak merasa bersalah. Menatapku seperti kali pertama kita berjumpa. Febrian, bisakah kita benar-benar mengakhiri semuanya saja? Jangan kembali, setelah pergi. Jangan! 

Tidak ada kata yang bisa kuungkapkan. Semuanya sudah melapuk dan terpendam. "Apa kabar?" Tanyamu begitu saja. Aku tersenyum, meminum minuman yang kau bawa, "Baik-baik aja"

"Baik-baik aja gimana?" Tanyamu 

"Ya gitulah"

"Ya gimana? Kita kan udah lama nggak ketemu, masa lo nggak mau cerita"

"Nggak penting abis" kataku sarkastik

"Loh ko gitu, nggak penting gimana?"

"Astaga Febrian, gue masih harus ngerjain tugas kuliah gue, gue masih harus nyelesain draft novel terbaru gue, sorry aja, tapi gue sibuk untuk nyeritain satu tahun penuh hidup gue"

"Hmmm, lo nggak seneng ya gue dateng kesini?" Tanyanya.

Kamu tidak perlu bertanya, dasar bodoh! Kenapa tidak sadar diri saja sih! "Ya menurut lo?"

"Ko malah nanya balik?"

"Lo duluan deh" kataku malas

"Hidup gue jauh kebih baik setelah gue kenal lo" kata-kata itu lagi ya? "Dan hidup gue jauh lebih baik sewaktu gue sama lo. Gue tanpa lo, adalah gue yang nggak punya arah"

Omong kosong! "Emang lo sekarang gimana? Kayaknya lo baik-baik aja tuh, bebas, nemuin hidup, sesuai kan sama cita-cita lo selama ini?" 

"Jangan gitu dong, kesannya lo benci banget sama gue. Terus gimana sama masa lalu kita? 2 tahun itu lama loh" 

Eat dat shi*. Aku tertawa, kumainkan hp sebentar karena jenuh dengan omongannya. Biar saja dia merasa diabaikan. Siapa peduli? "Alah, jangan sok membutuhkan gue lah. Lo yang milih untuk menepikan gue, lo juga yang milih buat ninggalin gue. Siapa bilang juga 2 tahun itu sebentar? Tapi lo juga yang milih untuk pretending kalau kita nggak pernah punya dua tahun itu. Lo kemana aja? Ke Mars? Ke Bulan? Kemana?" Aku tidak tanggung-tanggung. Selagi perasaanku hilang di bawa waktu, sekarang giliran aku yang meludahkannya. 

Dia terdiam, rahangnya mengeras. "Maafin gue, gue nggak bermaksud kayak gitu. Gue tau gue salah, maafin gue...."

Basi. Basi. Basi. "Nggak papa Feb, gue udah maafin lo ko. Tapi please, ini akan lebih baik buat gue kalau kita jalanin peran kita masing-masing. Lo dengan dunia bebas lo itu, gue dengan masa depan gue." 

"Please bantuin gue hidup bener lagi" 

"Hidup lo bener sesuai dengan pandangan lo."

"Mawar, gue janji gue akan balik kayak dulu lagi. Nggak akan gue ngecewain lo"

"Feb, lo itu bukan untuk gue, dan gue nggak untuk lo. Ada orang lain diluar sana yang bener-bener butuh gue. Yang sesuai dengan kapasitas kemampuan gue. Dan lo, ada orang lain diluar sana yang bisa bantuin lo. Yang pasti itu bukan gue. Lo sendiri tau gue nggak suka nengok-nengok kebelakang."

"Satu kesempatan lagi....."

"Gue cuma punya satu kesempatan, gue udah pernah ngasih, lo udah pernah terima. Jadi nggak ada lagi"

"Lo jahat"

"Lo yang jahat Feb. Adilnya, lo pernah jahat, sekarang gue yang jahat. Kenapa? Kepala harus dibayar dengan kepala kan? Eh anyway, sukses ya. SEMOGA BERUNTUNG"

Kau bangkit berdiri dan menatapku. Merasa dihinakan, merasa dibuang, merasa diabaikan. Begitulah aku setahun yang lalu. Begitulah aku dibuatmu. "Suatu hari nanti lo akan liat gue jadi orang yang bener."

"So, just prove it"

Lalu kau pergi tinggalkan aku sendiri. Aku hanya menertawakan drama klasik ala remaja yang baru resmi jadi dewasa. Dua tahun umurku kuhabiskan denganmu, satu tahun umurku kuhabiskan dengan menata ulang hidupku yang sukses kau pecahkan dan kau buat berantakan. Sekarang, kau minta aku mengulang segalanya? Maaf, cara main seperti itu tidak berlaku bagiku.

Aku tidak bisa lagi membantumu menyusun tiap kepingan hidupumu. Kini aku hanyalah penonton yang tidak punya daya, hak, dan kewajiban. Aku yang tidak bisa apa-apa kecuali mendo'akan kebaikanmu. Berjalanlah kau didalam kegelapan, maka carilah terangmu di depan sana, jangan lari berbalik layaknya pecundang. Maka jika suatu hari nanti kau sanggup buktikan, hebatnya dirimu yang pernah abaikan aku, saat itulah aku akan kembali percaya.

Dan semuanya, akan kita mulai dari awal.

Tetapi jika kau hanya bicara dan membual, lantas untuk apa kepercayaan itu aku pasang jadi taruhan lagi? 

Lantas, untuk apa?



♡Playlist:
-Apologize, Boyce Avenue Cover
-Angel, Sarah McLachlan




Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya