Sebuah Pengakuan

#7HariTerangganaJatuhCinta
Surat ketigaku

Malam...
Apa kabar kamu yang disana?

Manusia yang tidak pernah romantis ini sedang berusaha menyusun beberapa kata untuk disampaikan malam ini.

Kamu tau, ketika semua orang menganggap cinta itu tak terbatas, aku justru sempat menggap cinta menyita waktu. 

Aku tau, ketika aku bahkan tidak banyak peduli, kamu justru berusaha mengetuk hati sana-sini demi setangkup cinta yang diberikan dengan cuma-cuma

Hidup itu lucu...

Kamu dan aku. Kita.

Kita memulai dari titik yang berjauhan. Kita berjalan di dua arah yang saling berseberangan. Hidup masing-masing dan saling tidak peduli. Kita sempat bersinggungan, tetapi terlalu kuat, hingga melukai dan saling menjauhi. Kita berputar. Kita jalan-jalan. Tetapi kita pada akhirnya tiba dititik dimana kita tidak lagi bisa kemana-mana.

Jalan kita saling menghalangi, saling bersambungan, berkelanjutan, tapi maukah kita menerima kenyataan itu? 

Taukah kau, aku berusaha merasakannya tetapi begitu pula aku berusaha menolaknya. Karena titik itu didihkan oleh api. Ditekan sana-sini. Tidak dibiarkan bebas berkelana. Disudutkan dan tidak dianggap. Orang-orang punya hati, tapi barangkali mereka lupa kalau manusia yang lama menutup diri ini juga sebenarnya punya hati. 

Aku bukan seseorang yang punya kekuatan. Aku bukan seseorang yang berani berdiri sendiri berprinsip dan membiarkan semua orang membenciku. Aku bukan orang yang bisa melawan ketika aku di caci maki. Aku bukan orang yang acuh selagi semua orang mulai berusaha menyingkirkan aku. Aku hanya bisa diam saja. Jadi kamu tau, betapa lemahnya aku yang sebenarnya.

Tetapi kamu selalu memberi. Kamu tidak mengharapkan apapun. Semakin lama kamu semakin menerima. Kamu tidak meminta. Kamu membebaskan. Memberikan pilihan. Memberikan ruang. Membiarkan aku lari kemana-mana. Membiarkan aku membencimu, menjauhimu, dan tetap mencintaimu. 

Kamu membiarkan aku melihat. Ada dimana sebenarnya orang-orang yang benar mencintaiku. Dan dimana sisa orang-orang yang hanya mengaku-ngaku saja. Dan kamu membiarkan aku mengakui sendiri bahwa cintamu adalah kesungguhan, dan aku jatuh cinta....

Aku jatuh cinta...

Dan aku mau mengakuinya.

Aku ini pembohong ulung. Aku tidak pandai menyampaikan cinta. Aku tidak pandai mengekspresikannya.

Aku ini penakut. Aku tidak suka berjuang. Aku tidak suka berada ditengah kesulitan. Aku tidak suka mengambil keputusan yang sulit dan tidak tau bagaimana akhirnya. 

Sedang kau penuh dengan spekulasi. Melihat ke titik terdekat tanpa mau memandang terlalu jauh. Kita itu berbeda ya, tetapi mengapa kita dipertemukan untuk menjadi lebih dari sekedar dua orang yang saling mengenal.

Aku tidak tahu seperti kau tidak tahu. Kita tidak tahu. Kitakan hanya saling menggenggam dan berpura-pura yakin soal esok. Tapi toh siapa yang peduli? Kamu punya cinta. Kamu memberikan sebagiannya kepadaku. Cinta itupun sudah cukup untuk kita sejauh ini.

Jalani saja....

Nikmati dulu....

Kita sudah berjanji untuk tidak saling menuntut kan? Hanya saling mencintai. Dan begitu saja. Maka tidak ada lagi yang perlu kusampaikan. Kalimat-kalimatku ini akan segera ku akhiri. Kamupun tidak perlu memahami untuk tetap mencintai.

Terimakasih sudah meluangkan beberapa menitmu untuk membaca untaian panjang penuh omong kosong ini. Sebenarnya, hanya satu kalimat yang ingin kusampaikan padamu,

Aku mencintaimu.

Comments

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya