Yang Mesra Tentang Hujan

Ada hal yang mesra tentang hujan bulan Desember. Ketika awan bergulu-gulung manja di langit. Dan matahari yang tak sabar menunggu giliran untuk terbit lagi. Disusul tawa anak-anak kecil yang bermain banjir. Dan cipratan dari genangan-genangan oleh roda sepeda motor. Serta sahut-sahutan klakson di tengah macet nya lampu merah. 

Ada hal yang lebih mesra dari hujan bulan Desember. Ketika mendengarkan suara gesekan sepatu kets nya di aspal yang licin. Menopang langkah tegapnya menuju jalanan setapak. Menenteng kantong-kantong penuh nasi padang untuk anak-anak jalanan yang sedang kelaparan. 

"Berbagi itu masalah kebutuhan. Ini cara hidup, bukan sekedar cara pandang." Katanya di suatu hari. Kemudian aku jatuh cinta. Iya, begitu saja...

Aku tidak pernah berhenti mengaguminya. Ada sesuatu yang tidak pernah tersirat tetapi nampak di matanya. Kedua bola matanya yang cokelat terang. Hidungnya yang mancung dan sedikit bengkok. Bentuk rahangnya yang kokoh. Kacamatanya yang seringkali jatuh dan pecah. Rambut ikal nya yang selalu rapih. Dia adalah... harus kusebut apa dia?

"Venus!" 

Kemudian aku menoleh. Blitz cameranya menyala. Suara jepretannya terdengar. Aku difoto. Lagi? 

Suasana aula sedang ramai. Anak-anak jalanan sedang asik makan. Tidak peduli dengan hujan dan petir diluar. Sebagian mulai bandel main tanah becekan. Rutinitasku setiap satu minggu sekali. Memastikan anak-anak ini setidaknya makan daging rendang. 

Aku hanya tersenyum, kemudian mencubit lengannya. "Terus aja! Udah aku bilang, kalo mau foto orang tuh aba-aba dulu dong."

Dia tersenyum. Seperti biasa. Selalu diam saja. "Bagus."

"Mana, liat sini!" Aku berusaha menjangkau cameranya.

Dia menjauh, "rahasia negara" balasnya usil. 

Aku hanya bisa berpangku dagu. Berlagak kesal. Selalu seperti ini. Aku mengenalnya sekitar beberapa bulan lalu. Kami ada di organisasi amal yang sama. Kadang ikut mengajar, kadang memberikan makanan, kadang memberikan mainan, kadang hanya memberikan kasih sayang. Dunia!

"Kapan kesini lagi?" Tanyanya.

"Jum'at depan lagi. Seperti biasa aja."

"Besok kamu kemana?"

Aku mengangkat bahu, "lihat saja besok"

"Ada sate ayam enak di Blok M. Besok aku jemput dirumah kamu. Bisa?"

Aku tersenyum simpul. Ada jawaban yang lebih mesra daripada 'iya'. "Lihat besok". Semoga aku bisa membuatnya resah tanpa diberi keputusan. 

Seperti aku yang selalu resah, tiap kali memikirkannya. 

"Besok kamu kabarin lagi?"

"Nggak, kamu yang harus ingetin aku. Kalo nggak aku lupa". Aku tersenyum. Permainannya akan dimulai ya?

Dia menarik napas, "okay".

Ada hal yang lebih mesra dari hujan bulan Desember. Yaitu ajakan singkatnya ditengah gemuruh petir. Dia membuat waktu kami berputar sendirian. Sementara di sekeliling kami ramai dengan tawa. 

Comments

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya