Untuk sahabatku yang lahir di batas waktu WITA Happy New Year! Bali to Barcelona Aku meniup-niupkan poni yang daritadi jatuh menghalangi pandanganku. Bali, disinilah pada akhirnya aku pergi melarikan diri. Lari dari kota yang membesarkanku jadi hebat, lari dari rutinitas yang memaksaku untuk berkembang, dan lari dari orangtua yang jarang memberi waktu untuk putri semata wayangnya. Seharusnya aku sedang memainkan salju di atas tanah Barcelona dan memenuhi jadwal pertemuan relasi yang dirancang orangtuaku, tapi disinilah aku, di atas puncak Bali dan merasakan kabut yang turun. Bedugul indah dan eksotis, tentu beda dengan deretan mall di ibu kota tercinta. "Hello honey, how's your holiday?" “This resort area is so cool mom” Kesunyian itu menyergap lagi. Kecanggungan ini masih sangat nyata bahkan pada sambungan telephone jarak jauh sekalipun. She’d disappointed, ya karena aku memilih merencanakan liburan sendiri dan tersesat di kota orang. Sedangkan mereka m...
Purnamaku berlarut Menguap kemudian turun hujan Rinduku bersedu Katanya ingin berjumpa dengan Cinta Waktu selalu melompat Kadangkala berlarian Aku tak lagi punya daya Untuk sekedar menghitungnya Banyak cangkir kopi yang tandas di lidah Tapi tak ada yang sepahit kehilangan Tak ada yang serumit merelakan Dan gula tak membuatnya lebih manis dari kenangan Aku mau berlari Mengelilingi bima sakti Demi menemukan Cinta yang hilang Yang dulu aku tinggalkan Embun selalu meregang nyawa Diujung ranting, ketika fajar Aku adalah embun itu, Cinta Mati, sebelum senja... Boleh kau benci aku Dengan segenap inginmu memilikiku Dan rindu yang mulai melayu Atas semua keputusanku Tapi aku bisa menebusnya Tidak lagi dengan hitungan purnama Tetapi dengan sisa hidup yang kita punya Sampai nama jadi hiasan nisan Yang terakhir bagiku, Cinta Untukmu, kujanjikan pula yang terakhir Tak lagi perlu kejar-kejaran Hanya tinggal menetap saja... Aku, dan kamu, Tanpa purnama
Kata orang, hidup itu dijalani. Bagiku, lain cerita, sebab hidup bagiku adalah multiple choice question, yang jawabannya selalu lebih rumit dari pertanyaannya sendiri. Sementara soalnya tidak pernah bisa dipesan, ada begitu saja dan mau tidak mau harus dijawab. Seperti setiap kali aku melihatnya, dan luka itu masih terasa nyeri di dada, mengapa harus orang lain yang menjadi alasan dia tertawa? Sementara aku bisa mengupayakannya lebih baik. Aku pernah melakukannya, aku pernah mengusahakannya, tetapi mengapa bagi dia tidak cukup? Aku ingin merebutnya kembali, aku ingin memaksanya disini, dulu aku melakukannya entah berapa kali jumlahnya, sampai aku lagi-lagi sadar, untuk apa? Sebab tidak lagi ada gunanya jika aku tidak mampu membuatnya bahagia. Tidak lagi ada esensinya jika bertahan saja dia tidak mau, mengapa aku harus memperjuangkannya? Tidak lagi ada artinya. Tapi dia perlu tahu, dulu aku bahagia, ketika bersamanya. Tapi dia juga perlu tahu, meskipun dia berlalu, aku masih san...
Comments
Post a Comment