Ombakmu yang Tenang

Waktu bisa berlari secepat ini. Aku menjumpaimu pada pagi hari yang sibuk, dan melepaskanmu pada petang yang lelah dengan keadaan hati yang seringkali tidak menyenangkan. Membuatmu pulang dengan perasaan kesal dan tidak enak, kemudian terlelap dengan tidak nyenyak. Banyak hal terlewat, banyak cerita tak dikatakan, banyak khawatir yang berlebihan. 
Kamu sibuk, aku tak mau ambil pusing, melarikan diri agar tidak mencari. Aku sibuk, kamu mencari kesibukan lain, supaya tidak menunggu sendiri. Ada jeda yang kosong, yang selalu membuatku rindu, tetapi kamu jauh, dan aku tak baik sering-sering mengeluh. Aku akan membiarkanmu, dengan perasaan tidak enak, kemudian berlalu seperti tidak ada apapun yang harus diperbincangkan.
Jarak waktu ini akan membuatmu luput dalam ruang sendirimu, bermain-main disana dan lupa ada aku. Sementara kamu entah dimana dan bagaimana, aku akan kembali berkawan jenuh. Menyibukkan diri agar tak banyak ingat kamu. Lambat laun kamu tidak lagi peduli, kamu akan menempuh jalan menyendirimu yang dulu.
Tak ada kabar, tak ada tanya, tak ada resah. Apakah ini lautan tenang tanpa badai yang selalu kau bicarakan? Yang membuat perahu kita hanya mengapung mengikuti mata angin. Ditambah keraguan tentang kesungguh-sungguhanmu yang kemudian akan menjadi lubang-lubang kecil di kapal. Perlahan-lahan kapal ini mungkin tenggelam.
Awalnya kehilangan, lama-lama terbiasa. Banyak hal yang mereda, amarah, tangisan, tuntutan, tetapi juga tawa, canda, resah, dan bukti bahwa kita masih saling mencari. Malam hanya akan menjadi perantara untuk terlelap dan kembali sendiri tanpa perlu basa-basi lagi. Aku dan kamu sadar bahwa perasaan tidak nyaman adalah sesuatu yang lazim, tetapi ketidak nyamanan itu akan menjelma ruang nyaman yang baru, dan kita akan menyadarinya ketika sudah terlambat.
Kamu tidak lagi mempertimbangkan hal yang aku suka-dan aku tidak suka, aku tidak lagi mempertmbangkan hal yang membuatmu senang atau kecewa, karena aku memutuskan tidak bicara, dan kamu memutuskan untuk menyimpannya. Sekali lagi, kita akan terbiasa menikmatinya seorang diri. Sampai tidak ada lagi yang perlu dibicarakan, sudah habis kata untuk dibagi berdua, hanya sisa-sisa kabar yang masih harus disampaikan. 
 Aku akan mulai bertanya kepada diriku sendiri, Apakah aku bisa mencintaimu? Apakah kita akan baik-baik saja? Karena aku tidak akan mampu menunggu ketika yang kamu inginkan adalah perpisahan. Mungkin juga sebaliknya. Karena aku tidak akan mampu menemukan jalan kembali selepas pergi. Mungkin bagimu lebih sulit lagi. 
Aku akan ingat pernah diperjuangkan berkali-kali, dan dilepaskan sama banyaknya. Pada saat ketika kita sedang mengenang, waktu hanya akan menjadi ilusi yang pernah terhitung oleh jari. Aku akan menghbiskan perjalangan pulang sendirian dengan playlist baru yang tidak mengingatkan aku padamu, kamu akan pergi ke tempat favorite-mu bersama perempuan baru yang kau genggam tangannya selama perjalanan dibawah senja. 
Kita akan mengingat ironi betapa manisnya dulu terjebak percintaan yang fana, yang ternyata tidak berakhir sampai ajal. Lalu kita sadar, pada hari itu, jalan kita sudah terbelah. Janjimu sudah luruh. Mimpiku sudah runtuh. Dan kita hanya bisa bertemu, dalam memori kita yang perlahan-lahan digusur waktu

Comments

Popular posts from this blog

Bertahan

Maaf

Selamanya