Posts

Showing posts from 2015

Yang Mesra Tentang Hujan

Ada hal yang mesra tentang hujan bulan Desember. Ketika awan bergulu-gulung manja di langit. Dan matahari yang tak sabar menunggu giliran untuk terbit lagi. Disusul tawa anak-anak kecil yang bermain banjir. Dan cipratan dari genangan-genangan oleh roda sepeda motor. Serta sahut-sahutan klakson di tengah macet nya lampu merah.  Ada hal yang lebih mesra dari hujan bulan Desember. Ketika mendengarkan suara gesekan sepatu kets nya di aspal yang licin. Menopang langkah tegapnya menuju jalanan setapak. Menenteng kantong-kantong penuh nasi padang untuk anak-anak jalanan yang sedang kelaparan.  "Berbagi itu masalah kebutuhan. Ini cara hidup, bukan sekedar cara pandang." Katanya di suatu hari. Kemudian aku jatuh cinta. Iya, begitu saja... Aku tidak pernah berhenti mengaguminya. Ada sesuatu yang tidak pernah tersirat tetapi nampak di matanya. Kedua bola matanya yang cokelat terang. Hidungnya yang mancung dan sedikit bengkok. Bentuk rahangnya yang kokoh. Kacamatanya yang seringkal

Secangkir Kenangan

Diluar hujan deras. Petirnya menggelegar. Di dalam sini dingin.  Tidak ada hubungannya dasar dungu! Mau diluar ramai sampai bikin parade sendiri, dan kedai ini diisi dengan perbincangan santai yang menyejukan, hati ini tetap satu. Maksudku, sendirian. Tidak sih, lebih tepatnya kesepian.  Aku menyesap sebatang rokok yang terselip diantara jemariku. Seharusnya hidup sesederhana Gelato dan Ekspresso yang bersatu menjadi Affogato. Tapi tidak. Hidup itu roda. Terkadang kita diatas, terkadang kita kelindes dibawahnya. Hidupku seolah dijadikan minatur buat main catur. Pintu kedai terbuka. Aku melihatnya berdiri disana. Cantik. Dengan jacket denim gelap dan skinny jeans hitam. Rambutnya lembap, nampaknya lumayan banyak kena hujan. Tetap dengan setelan casul khas nya. Dia menarik napas sebentar. Mungkin lagi menguatkan diri. Kemudian dia berjalan menghampiri, mengambil sebatang rokok di sela jariku dengan jijik kemudian membuangnya kebawah dan menginjaknya dengan ujung sepatunya. Ke

Lekas sembuh esok pagi:)

Untuk bunda Sekali lagi... Aku hanyalah bintang-bintang kecil yang kau tampung dilangitmu. Dan hanya batu karang yang lama kau rendam ditengah lautanmu. Maka apalah artinya aku tanpa langit dan lautanmu. Tanpa dirimu. Bunda, jangan jadi lautan yang lama menderita kekeringan kemudian surut. Kita bahkan pernah jadi satu raga. Aku pernah numpang tidur didalam sana, dan aku tahu betapa kuatnya dirimu. Jangan biarkan apapun melemahkan teguhnya dirimu. Bunda, bentangkan langitmu selamanya. Tidak perlu uji rasa sayang ini untukmu. Tidak perlu penasaran seberapa butuhnya aku terhadapmu. Tidak perlu ajarkan aku rasa kehilangan. Tidak! Tanpamu aku hanyalah seonggok raga yang tidak luput dari air mata.  Bunda, aku merindukan tawa-tawa yang terselip diantara candamu. Dan porsi-porsi bekal yang kau siapkan setiap pagi. Dan sabtu-minggu yang kita paksakan. Bukan mata sembab yang aku jumpai setiap kali pulang sekolah. Bukan ungkapan-ungkapan parau yang menghisap harapanmu satu-persatu. Buk

Kepada Gama

Image
Kau dan aku. Kita dicandu dua hal yang teramat berbeda. Sementara aku teramat jatuh cinta dengan kelopak-kelopak bunga segar di dalam vas dan aroma semerbak yang terkadang membuat beberapa lebah mampir disana, kau berbeda. Kau jatuh cinta dengan waktu. Dengan obsesi. Seakan satu detik yang berlalu bisa membawakan petaka selama hidupmu.  Kau jatuh cinta dengan jarum jam yang tidak pernah berhenti bergerak. Dengan waktu yang tidak peduli dengan masa. Kau dan waktu sama persis. Identik. Selalu bergerak. Selalu bekerja. Tidak rela berhenti. Aku tidak pernah merasa keberatan. Tidak sama sekali.  Tetapi aku ingin bertanya, "Apakah menyisihkan sedikit waktumu untukku juga akan membuatmu rugi?" Kamu mengetukan jarimu di meja kemudian menggulung lengan kemeja panjangmu, "Bukan seperti itu Ly, tetapi aku tidak mau menyesal di kemudian hari dengan menyia-nyiakan waktuku" Matahari senja bergulung mesra di langit. Menyorotkan semburat jingga di meja yang kita tempa

Jatuh - Three In One Project

Image
Hari itu mendung. Aku masih ingat ketika kau berdiri di depanku di bawah sekumpulan awan hitam yang berlomba-lomba menyenandungkan gemuruh. Langit sedang marah, tetapi kurasakan seluruh dunia tertawa ketika bibirmu membentuk senyum yang membuatku bertekuk lutut. Aku masih ingat tetesan air hujan yang perlahan turun, diikuti dengan tanganku yang menarik tanganmu untuk mencari tempat berteduh. Tubuhmu basah kuyup, tetapi keceriaan tak juga meninggalkan wajahmu. Hari makin gelap, tetapi matamu yang berbinar-binar menerangi semua yang ada di depanku. Aku enggan melepaskan tanganmu, enggan melepaskan kehangatan yang menghantam udara dingin. “Aku tak menyangka kau akan datang,” katamu, suaramu sedikit bergetar karena angin dingin yang bertiup. Aku tersenyum lebar. Ada nada terkejut dalam kata-katamu, tetapi aku tak bisa menyalahkanmu. Kau sudah terlalu sering ditinggalkan. Tapi kali ini aku ada di depanmu, tak habis pikir mengapa ada saja orang yang meninggalkanmu sementara aku bahk

Bertemu (Dia) Kamu - Three In One Project

Image
Untuk seseorang yang tidak mungkin kusebutkan namanya... Kala itu langit berdarah mencipratkan semburat merah jambu di angkasa. Menyongsong parade kepulangan siang dan berpesta menyambut sang malam. Aku yang terdampar sendiri di sini, dengan pesawat kelas ekonomi yang jauh melayang dari ibu kota. Menapaki keramaian Yogyakarta yang mulai dikepung alunan musik dan nyanyian di tepi jalan. Lama rasanya kebisingan bisa terasa menenangkan, juga menyenangkan.  "Karina..." kemudian suara itu menyapaku dari belakang. Seolah sedang menepuk punggungku dengan kehangatan. Aku menoleh. Aku hanya bisa tersenyum. Melihat wajah nakal jenaka itu tersenyum lagi. Raut jahil yang kembali dapat kutatap langsung dengan kedua bola mataku. "Adrian..."  Aku tidak akan kembali di tanah ramai ini jika bukan karenamu. Jika bukan karena pertemuan tidak sengaja kita tepat setahun silam ketika kau menanyakan waktu di bandara Adi Sucipto, lengkap dengan pakaian pilo